natural



Kamis, 04 Juni 2015

makalah hadits tentang memuliakan tamu



HADIST MEMULIAKAN TAMU
MAKALAH
Disusun guna memenuhi tugas
Mata kuliah: Hadist
Dosen pengampu: Bapak Safrodin, M.Ag



Disusun oleh:
Muhammad Ainun Na’im       (131111026)
Siti Muffatakhah                     (131111027)
Nila Afitri Nurinsani               (131111028)
Zulfi Trianingsih                     (131111029)


JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2015




I.                   PENDAHULUAN
Memuliakan tamu adalah kewajiban semua muslim, bertamu itu merupakan ajaran Islam. Kebiasaan para Nabi dan orang-orang sholeh. Sebagian ulama’ mewajibkan menghormati tamu tetapi sebagian besar dari mereka berpendapat hanya merupakan bagian dari akhlak terpuji. Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa memuliakan tamu adalah kewajiban bagi kaum muslim, namun kenyataannya banyak orang Islam tidak menghormati tamu yang datang kerumahnya, faktor egois atau yang lainnya mempengaruhi. Padahal Nabi sendiri tidak mengajarkan itu, malah Nabi mengajarkan kita untuk menghormati dan memuliakan tamu tang berkunjung kepada kita karena itu adalah hal yang dapat mempererat persatuan umat. Oleh karena itu, marilah kita belajar dari Nabi untuk memuliakan tamu.

II.                PEMBAHASAN
A.    Hadits memuliakan Tamu
عن أبي  هرير رضي الله عنه : أن رسو ل الله صلى الله عليه و سلم قل: من كان يؤمن با لله واليوم الا خر فليقل خيرا أو ليصمت و من كا ن يؤ من با لله واليوم الاخرفلكرم جا ره, و من كا ن يؤمن با لله والوم الاخرفليكرم ضيفه (رواه لبخا ري و مسلم)
Artinya : “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Akhir hendaklah ia berkata baik atau diam. Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Akhir hendaklah ia menghormati tetangga. Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Akhir hendaklah ia memuliakan tamu.[1]( HR. Bukhori-Muslim)

من كا ن يو من ب الله و اليو م الا خر فليكر م ضيفه, جا ئز ته يو م و ليلة, والضيا فة ثلا ثة أ يا م, فما بعد ذ لك فهو صد قة, و لا يحل له أ ن يثو ى عند ه حتى يحر جه.

Artinya : “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia memuliakan tamunya, masa bertamu yang dibolehkan adalah satu hari dan satu malam, dan penjamuan tamu itu tiga hari, maka selebihnya adalah sedekah, dan tidak halal bagi tamu untuk menginap disisinya hingga menyebabkan tuan rumah berdosa (karena melakukan ghibah dan lain-lain).”  Diriwayatkan oleh Malik, Al Bukhori, Muslim. Abu Daud, At Tirmidzi, Ibnu Majah[2]

B.     Kualitas Hadits
Ditinjau dari kualitasnya, hadits tersebut merupakan hadits shohih karena diriwayatkan oleh imam Bukhori-Muslim.

C.     Asbabul Wurud Hadits Memuliakan Tamu
Seorang laki-laki datang kepada Nabi SAW lalu berkata, “sesungguhnya saya kelaparan.” Maka Beliau mengutus seseorang kepada salah satu seorang istrinya, namun istrinya berkata,”tidak, demi Dzat yang telah mengutusmu dengan kebenmaran, saya tidak punya apa-apa selain air.” Kemudian Beliau mengutus utusan kepada istrinya yang lain, dan ia pun mengatakan seperti itu juga, hingga semua istri Beliau mengatakan sama,”tidak, demi Dzat yang telah mengutusmu dengan kebenaran, saya tidak punya apa-apa selain air.” Maka Beliau bersabda,”siapa yang mau ditamui malam ini? Semoga Allah merahmatinya!” maka seorang laki-laki dari kaum anshor berdiri seraya berkata,”saya, wahai Rasulullah.” Maka ia pun berangkat dengannya menuju rumahnya, dan kemudian berkata kepada istrinya, “apakah kamu mempunyai sesuatu?” ia menjawab,”tidak, kecuali makanan anak-anak ku.” Suaminya berkata,”sibukanlah mereka dengan sesuatu (sehingga teralihkan), dan apabila mereka hendak makan malam, maka tidurkanlah mereka, dan apabila tamu kita masuk, maka padamkanlah lampu dan perlihatkanlah kepadanya seakan-akan kita sedang makan.” Dan didalam satu riwayat disebutkan,”maka apabila ia akan duduk untuk makan, mka bangkitlah kamu menuju lampu hingga kamu memadamkannya.” Perawi menuturkan,”maka merekapun duduk dan sang tamu makan sedangkan mereka berdua kelaparan semalaman. Dan pada pagi harinya datanglah kepada ku Rasul SAW dan bersabda,”sesungguhnya Allah kagum terthdapa perbuatan kalian berdua terhadap tamu kalian berdua.” Ia menambahkan dalam satu riwayat, “maka turunlah ayat ini “dan mereka mengutamakan (orang-orang lain),atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang merka berikan itu).” [3]

D.    Kandungan Hadits
Memuliakan tamu termasuk etika mulia dalam islam dan akhlak para nabi serta orang-orang yang sholeh. Al-Laits telah mewajibkan seseorang untuk memuliakan (menjamu) tamunya selama semalam, berdasarkan sabda Rasulullah SAW, “satu malam menjamu tamu adalah hak yang wajib di tunaikan oleh setiap muslim.” Juga berdasarkan hadist riwayat khudbah, “apabila kalian singgah pada suatu kaum lalu kalian di jamu sebagaimana layaknya hak tamu. Maka terimalah jamuan itu. Namu, jika mereka tidak melakukannya maka ambillah hak tamu yang awajib bagi mereka.”
Mayoritas ulama berpendapat bahwa memuliakan tamu termasuk akhlak terpuji. Dalil yang mereka pergunakan adalah sabda Rasulullah “jamuan yang di hidangkan kepada tamu adalah sehari semalam. “yang dimaksud yaitu hidangan,pemberian dan perlakuan yang hangat dari tuan rumah. Tentu saja semua itu dilakukan tanpa unsur paksaan,[4]
Bukhori dan Muslim meriwayatkan dari Uqbah bin Amir r.a, bahwa para sahabat r.a berkata,”wahai Rasulullahkaum yang tidak menjamu kami, bagaimana pendapatmu?” Rasulullah SAW menjawab,”jika kalian singgah pada suatu kaum, dan mereka memberikan kepada kalian apa-apa yang seharusnya diberikan kepada tamu, maka terimalah. Jika mereka tidak melaksanakannya maka ambillah hak-hak kalian sebagai tamu yang seharusnya diberikan oleh mereka.
Adapun jumhur ulama, mereka berpendapat bahwa menjamu tamu adalad sunah termasuk akhlak mulia dan bukan wajib. Ini di dasari oleh sabda Rasulullah SAW “falyukrim (maka hendaklah ia menghormati). Riwayat lain menyebutkan “fal Yuhsin” (berlaku baiklah). Kedua ungkapan ini tidak menunjukan wajib. Karena ikram (memuliakan) dan ihsan (berlaku baik) termasuk al-bir (kebaikan) dan akhlak yang terpuji.


E.     Adab bertamu
Bertamu adalah salah satu cara untuk menyambung tali persahabatan yang dianjurkan oleh Islam. Islam memberi kebebasan untuk umatnya dalam bertamu. Tatakrama dalam bertamu harus tetap dijaga agar tujuan bertamu itu dapat tercapai. Islam telah memberi bimbingan dalam bertamu, yaitu jangan bertamu pada tiga waktu aurat. Yang di maksud dengan tiga waktu aurat ialah sehabis dhuhur, sesudah isya, dan sebelum subuh. (Q.S An-Nur:58)
Ketiga waktu tersebut dikatakan sebagai waktu aurat karena waktu-waktu itu biasanya digunakan. Lazimnya orang yang beristirahat hanya mengenakan pakaian yang sederhana (karena panas misalnya) sehingga sebagian dari auratnya terbuka. Apabila budak dan anak-anak kecil saja diharuskan meminta ijin bila akan masuk ke kamar ayah dan ibunya, apalagi orang lain yang bertamu. Bertamu pada waktu-waktu tersebut tidak mustahil justru akan menyusahkan tuan rumah yang hendak istirahat, karena terpaksa harus berpakaian rapi lagi untuk menerima kedatangan tamunya.
Contoh bertamu :
1.      Berpakaian yang rapi dan pantas.
2.      Memberi isyarat dan salam ketika datang.
3.      Jangan mengintip kedalam rumah.
4.      Meminta ijin masuk maksimak sebanyak tiga kali.
Diriwayatkan oleh Abu Said al khudri, ia berkata “aku pernah berada di salah satu tempat berkumpul kaum ansor. Tiba-tiba datanglah Abu Musa, sepertinya ia sedang ketakutan. Maka ia berkata, “aku meminta ijin untuk menemui Umar sebanyak tiga kali, namun tidak juga diberi ijin. Lalu aku pun kembali”. Umar berkata, “apa yang menghalangimu?” aku berkata,”aku sudah meminta ijin tiga kali, namun tidak juga di beri ijin. Maka aku pun kembali. Adapun Rasulullah bersabda “apabila salah seorang diantara kalian meminta ijin untuk masuk sebanyak tiga kali, namun tidak juga diberi ijin, maka pulanglah”. Lalu Umar berkata, “ demi Allah, engkau harus bisa mendatangkan bukti (kebenaran yang kau riwayatkan itu).
5.      Memperkenalkan diri sebelum masuk.
“Dari Jabir r.a ia berkata: aku pernah datang kepada Rasulullah SAW lalu aku mengetuk pintu rumah beliau. Nabi SAW bertanya: “ siapakah itu?” aku menjawab: “saya”. Beliau bersabda: “saya, saya...!” seakan-akan beliau marah”. (HR.Bukhori)
6.      Tamu lelaki dilarang masuk kedalam rumah apabila tuan rumah hanya seorang wanita.
7.      Masuk dan duduk dengan sopan.
8.      Menerima jamuan tuan rumah dengan senang hati. Apabila tuan rumah telah mempersilahkan untuk menikmati jamuan, tamu sebaiknya segera menikmatinya, tidak usah menunggu sampai berkali-kali tuan rumah mempersilahkan dirinya.
9.      Mulailah makan dengan membaca Basmallah dan di akhiri dengan menbaca Hamdallah.
10.  Makanlah dengan tangan kanan, ambilah yang terdekat dan jangan memilih.
11.  Bersihkan piring jangan biarkan sisa makanan berceceran.
12.  Segeralah pulang setelah selesai urusan.[5]

F.      Adab menerima tamu

لا تكلفوا للضيف.
Artinya: “janganlah kamu membebani tamu”

Perawi
Diriwayatkan oleh Ibnu Asakir dalam kitab tarikh dari Salman Al-Farisy r.a.

Asbabul Wurud
Sebagaimana tercantum dalam al Jami’ul Kabir dari Syaqiq Ibnu Salamah r.a :”Aku berkunjung ke rumah Salman Al-Farisy. Maka dia keluarkan roti dan garam sebagai hidangan untuk kami. Kemudian dia berkata kepadaku:”Kalau bukanlah karena kami dilarang oleh Rasulullah SAW bahwa seseorang membebani orang lain, tentulah aku membebani kamu (dengan mencari makanan sendiri)”.
Rayani dan Baihaqi dalam as Syu’ab meriwayatkan juga hadist tersebut dengan riwayat lain dari Salman yang berbunyi :”Kami disuruh Rasulullah SAW agar tidak membebani tamu dengan sesuatu yang tiada tersedia pada kami dan kami menghidangkan sesuatu persediaan yang ada”. Diriwayatkan oleh Bukhari dalam tarikhnya dan Baihaqi dalam as Syu’ab.

Keterangan
Hadist diatas melarang sikap pembebanan (takalluf) sebaliknya berusaha merasa memadai dengan hal-hal yang sedikit dalam kehidup dunia ini.[6]

Cara menerima tamu :
1.      Berpakaian yang pantas.
2.      Menerima tamu dengan sikap yang baik.
3.      Menjamu tamu sesuai kemampuan.
4.      Tidak perlu mengada-adakan.
5.      Lama waktu. Sesuai dengan hak tamu kewajiban memuliakan tamu adalah tiga hari, termasuk hari istimewanya selebihnya dari waktu itu adalah sedekah baginya.
6.      Antarkan sampai ke pintu halaman jika tamu hendak pulang.

G.    Penerapan Hadits di zaman sekarang
 Menerapkan isi hadits ini, sangat penting, karena akan menciptakan persatuan dan persaudaraan, serta menyingkirkan semua perasaan dendam dan dengki. Manusia senantiasa hidup berdampingan satu sama lainnya. Hampir semuanya pernah bertamu ataupun kedatangan tamu. Jika setiap orang memuliakan tamunya, niscaya masyarakat akan baik, karena telah tercipta persaudaraan dan rasa saling menyayangi. Apalagi jika semua anggota masyarakat komotmen terhadap berbagai adab yang ada dalam hadist di atas[7].


III.             KESIMPULAN

Memuliakan tamu termasuk etika mulia dalam islam dan akhlak para nabi serta orang-orang yang sholeh. Mayoritas ulama berpendapat bahwa memuliakan tamu termasuk akhlak terpuji adapun jumhur ulama, mereka berpendapat bahwa menjamu tamu adalah sunah termasuk akhlak mulia dan bukan wajib.
Bertamu adalah salah satu cara untuk menyambung tali persahabatan yang dianjurkan oleh Islam. Islam memberi kebebasan untuk umatnya dalam bertamu. Tatakrama dalam bertamu harus tetap dijaga agar tujuan bertamu itu dapat tercapai. Islam telah memberi bimbingan dalam bertamu, yaitu jangan bertamu pada tiga waktu aurat. Yang di maksud dengan tiga waktu aurat ialah sehabis dhuhur, sesudah isya, dan sebelum subuh.
Manusia senantiasa hidup berdampingan satu sama lainnya. Hampir semuanya pernah bertamu ataupun kedatangan tamu. Jika setiap orang memuliakan tamunya, niscaya masyarakat akan baik, karena telah tercipta persaudaraan dan rasa saling menyayangi. Apalagi jika semua anggota masyarakat komotmen terhadap berbagai adab yang ada dalam hadist di atas.

IV.             PENUTUP
Demikian makalah yang dapat kami buat. Dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan. Untuk itu kritik dan saran yang konstruktif sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini dan berikutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Abi, Muhyidin Zakaria Asysyafii, Menuju Pribadi Yang Soleh.(Media Idaman:Surabaya, 1991)
An-Nawawi, Imam. Shahih Muslim bi Syarh An-nawawi,(Jakarta:PUSTAKAAZAM,2010)

Dieb, Musthafa Al-Bugha Muhyidin Mistu.Al Wafi (Syarah Kitab Arba’in An-Nawawiyah).(Jakarta:Al-I’tishom,2003).
Hamzah, Ibnu Al Husaini al Hanafi AD Damasyiqi,terj,asbabul wurud 3 Latar Belakang Histori Timbulnya Hadist-hadist Rasul,cet.1,(Jakarta:Kalam Mulia,2005).

Muhamad, Syaikh Nashiruddin Al-Albani.Shohih At-Targhib Wa Tarhib.(Jakarta:Pustaka Sahifa, 2008).


Drianti.blogspot.com/2012/06/adab-bertamu-atau-menerima-tamu-dalam.html?m=I.Dikutip pada hari selasa,26 mei 2015 pukul 11.08





[1] Muhyidin Abi Zakaria Asysyafii, Menuju Pribadi Yang Soleh.(Media Idaman:Surabaya, 1991). hlm.153
[2] Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani.Shohih At-Targhib Wa Tarhib.(Jakarta:Pustaka Sahifa, 2008).hlm.77
[3] Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani.Shohih At-Targhib Wa Tarhib.(Jakarta:Pustaka Sahifa, 2008).hlm.76
[4] Imam An-Nawawi, Shahih Muslim bi Syarh An-nawawi,(Jakarta:PUSTAKAAZAM,2010), hlm.122-123
[5] Drianti.blogspot.com/2012/06/adab-bertamu-atau-menerima-tamu-dalam.html?m=I.Dikutip pada hari selasa,26 mei 2015 pukul 11.08
[6] Ibnu hamzah Al Husaini al Hanafi AD Damasyiqi,terj,asbabul wurud 3 Latar Belakang Histori Timbulnya Hadist-hadist Rasul,cet.1,(Jakarta:Kalam Mulia,2005).hlm.436
[7] DR.Musthafa Dieb Al-Bugha Muhyidin Mistu.Al Wafi (Syarah Kitab Arba’in An-Nawawiyah).(Jakarta:Al-I’tishom,2003).hlm.107

1 komentar: